Perbedaan Dua Term Qur`ani: Fahsya` dan Munkar

Perbedaan Dua Term Qur`ani: Fahsya` dan Munkar

Fahsya` dan Munkar adalah 2 (dua) istilah Qur`ani (lihat al ‘Ankabut, 45) yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi “Keji dan Munkar”. Para penafsir memberikan keterangan yang beragam mengenai maksud kedua istilah ini. Berikut adalah keterangan pengertian keduanya yang dikutip dari buku Tafsir Al Qurthubiy dan buku Tafsir As Sa’diy.

  1. Perbedaan fahsya` dan munkar dalam Tafsir Al Qurthubiy:
    • Munkar : segala yang dilarang oleh Islam. Dengan pengertian ini, Munkar mencakup seluruh perbuatan durhaka (ma’shiyah) kepada Allah dengan segala bentuknya.
    • Fahsya` : segala ucapan atau pekerjaan yang buruk.
    • Ibnu Abbas berpendapat, Fahsya` berarti perbuatan zina. Dengan tafsir ini, fahsya` adalah bagian munkar, namun tidak setiap munkar adalah fahsya`. Term munkar memiliki pengertian yang lebih umum dari term fahsya`.
  2. Perbedaan fahsya` dan munkar dalam Tafsir As Sa’diy:
    • Munkar : segala bentuk kedurhakaan (ma’shiyah) kepada Allah yang tidak dapat diterima oleh akal sehat dan fithrah manusia secara umum. Contohnya mencuri. Mencuri adalah perbuatan maksiat yang tidak bisa diterima akal sehat dan fithrah manusia. Seluruh orang, tanpa melihat agama yang dianutnya, menilai tidak selayaknya seseorang mengambil milik orang lain tanpa alasan.
    • Fahsya` : segala bentuk durhaka (ma’shiyah) kepada Allah yang selaras dengan dorongan naluri (baca: syahwah) manusia. Contohnya zina. Zina adalah perbuatan maksiat yang sejatinya sejalan dan sesuai dengan maunya “naluri” manusia.

وهل أصبح الفكر الإنساني عقيمًا فلا يقدم الأدوات التي تخضع للشرع وتحقق المقصود دون مواربة أو التواء؟ والجواب على ذلك هو أن البديل موجود، ولكن ما ينقصنا هو إرادة الخلاص من الحرام، والتوجه إلى ما هو أقوم وأطهر وأسلم. (سامي حسن حمود يرحمه الله)

Apakah pemikiran manusia menjadi mandul sehingga tidak mampu menyediakan tools yang sesuai Syariah dan –dalam waktu yang sama- mampu merealisasikan keinginan mereka, tanpa harus berdalih?
Alternatif selalu ada. Yang kurang adalah goodwill untuk menghindar dari yang haram, menuju ke alternatif yang lebih lurus, lebih bersih serta lebih aman." (almarhum Sami Hasan Hamud)