Wahai Abu Jahl …

Wahai Abu Jahl …

Dalam sejarah kenabian, ada momen-momen agung ketika Rasulullah s.a.w. membangkitkan harapan, keyakinan, dan penguatan ruhiyyah bagi para sahabatnya melalui kabar gembira akan janji kemenangan dan pertolongan dari Allah S.w.t. Kabar ini bukan sekadar motivasi, melainkan didukung mukjizat nyata yang memperlihatkan bahwa mereka berada di atas al-haqq. Para mukminin menyaksikan sendiri bagaimana kebenaran ajaran yang dibawa Nabi s.a.w. ditopang oleh bukti-bukti lahiriah.

Di antara momen tersebut adalah apa yang bisa kita amati dalam hadis berikut:

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ كُنَّا مَعَ عُمَرَ بَيْنَ مَكَّةَ وَالْمَدِينَةِ فَتَرَاءَيْنَا الْهِلَالَ، وَكُنْتُ رَجُلًا حَدِيدَ الْبَصَرِ، فَرَأَيْتُهُ وَلَيْسَ أَحَدٌ يَزْعُمُ أَنَّهُ رَآهُ غَيْرِي. قَالَ: فَجَعَلْتُ أَقُولُ لِعُمَرَ: أَمَا تَرَاهُ؟ فَجَعَلَ لَا يَرَاهُ قَالَ: يَقُولُ عُمَرُ: سَأَرَاهُ وَأَنَا مُسْتَلْقٍ عَلَى فِرَاشِي. ثُمَّ أَنْشَأَ يُحَدِّثُنَا عَنْ أَهْلِ بَدْرٍ فَقَالَ: إِنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم كَانَ يُرِينَا مَصَارِعَ أَهْلِ بَدْرٍ بِالْأَمْسِ يَقُولُ: هَذَا مَصْرَعُ فُلَانٍ غَدًا إِنْ شَاءَ اللهُ.
قَالَ: فَقَالَ عُمَرُ: فَوَالَّذِي بَعَثَهُ بِالْحَقِّ مَا أَخْطَئُوا الْحُدُودَ الَّتِي حَدَّ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم. قَالَ: فَجُعِلُوا فِي بِئْرٍ بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ، فَانْطَلَقَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم حَتَّى انْتَهَى إِلَيْهِمْ فَقَالَ: يَا فُلَانَ بْنَ فُلَانٍ، وَيَا فُلَانَ بْنَ فُلَانٍ، هَلْ وَجَدْتُمْ مَا وَعَدَكُمُ اللهُ وَرَسُولُهُ حَقًّا؟ فَإِنِّي قَدْ وَجَدْتُ مَا وَعَدَنِي اللهُ حَقًّا.
قَالَ عُمَرُ: يَا رَسُولَ اللهِ، ‌كَيْفَ ‌تُكَلِّمُ ‌أَجْسَادًا لَا أَرْوَاحَ فِيهَا؟ قَالَ: مَا أَنْتُمْ بِأَسْمَعَ لِمَا أَقُولُ مِنْهُمْ، غَيْرَ أَنَّهُمْ لَا يَسْتَطِيعُونَ أَنْ يَرُدُّوا عَلَيَّ شَيْئًا (رواه مسلم)

Anas bin Malik r.a., bercerita,
Kami bersama Umar di antara Makkah dan Madinah. Kami mencoba melihat hilal. Aku adalah orang yang tajam penglihatannya. (Saat itu) aku melihat hilal dan tak ada seorang pun yang mengklaim telah melihatnya selain aku.”
Aku lalu berkata kepada Umar, “Tidakkah engkau melihatnya?” Namun Umar tidak melihatnya.”
Umar pun berkata, “Aku akan melihatnya (maksudnya: mengamati keberadaannya) sambil berbaring di atas tempat tidurku.”
(Sementara itu) Umar mulai menceritakan kepada kami tentang para pejuang Badar. Ia berkata, “Di suatu malam, sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah memperlihatkan kepada kami tempat-tempat gugurnya para pejuang Badar. Beliau berkata: ‘Ini adalah tempat gugurnya si fulan besok, insya Allah.'”
Umar bersumpah, “Demi Dzat yang telah mengutus beliau dengan kebenaran, mereka tidak meleset sedikit pun dari batas-batas tempat yang telah ditentukan oleh Rasulullah s.a.w.”
Mereka pun akhirnya dikumpulkan di dalam sebuah sumur, sebagian di atas sebagian lainnya.
Kemudian Rasulullah datang hingga tiba di hadapan mereka lalu berseru, “Wahai fulan bin fulan, wahai fulan bin fulan, apakah kalian telah menemukan janji Allah dan Rasul-Nya sebagai kebenaran? Sesungguhnya aku telah mendapati apa yang Allah janjikan kepadaku sebagai kebenaran.”
Umar bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimana engkau berbicara kepada jasad-jasad yang tidak memiliki ruh?”
Rasulullah s.a.w. menjawab, “Kalian tidak lebih mampu mendengar apa yang aku katakan daripada mereka, hanya saja mereka tidak mampu membalas sedikit pun.”

Hadis Anas bin Malik r.a. di atas memberikan pintu masuk pada dimensi interaksi spiritual, astronomis, dan historis. Dalam perjalanan beliau bersama Umar bin Khaththab r.a. antara Makkah dan Madinah, mereka mencoba memastikan awal bulan dengan mengamati hilal. Mereka mengamati kemunculan hilal untuk menentukan apakah bulan yang sedang dijalani berjumlah dua puluh sembilan hari, bila hilal terlihat, atau tiga puluh hari bila hilal tidak tampak.

Anas berkata, “Aku seorang yang tajam penglihatannya,” yakni sangat kuat dalam melihat, sehingga ia bisa melihat hilal sebelum yang lainnya melihatnya. Beliau berkata kepada Umar, “Tidakkah engkau melihatnya?” untuk mendorong Umar mengamati lebih serius dengan matanya sendiri. Namun Umar tidak melihatnya. Umar menjawab, “Aku akan melihatnya sambil berbaring di atas tempat tidurku,” Maksud beliau, beliau akan mengamati hilal dalam keadaan santai, berbaring. Ini menunjukkan bahwa validitas penglihatan hilal adalah kemunculannya tanpa kesulitan, oleh siapa pun yang memiliki penglihatan normal.

Dalam momen menunggu tersebut, Umar mengangkat memori Badar: bukan sebagai nostalgia kemenangan semata, tetapi sebagai pengingat akan titik balik antara iman dan kufur. Ia menceritakan bagaimana sebelum perang, Nabi s.a.w. memperlihatkan tempat-tempat di mana para pemimpin musyrikin akan terbunuh

Umar bercerita bahwa sehari sebelum dimulainya perang, di waktu malam Nabi s.a.w. memperlihatkan kepada para sahabat lokasi atau posisi di mana orang-orang kafir akan tewas besoknya, dan berkata, “Di sinilah si fulan akan terbunuh esok hari, insya Allah.” Beliau menyebut mereka satu per satu dengan nama-nama mereka. Ini merupakan mukjizat nyata dari Nabi s.a.w.

Umar bersumpah atas nama Allah yang telah mengutus Nabi s.a.w. dengan membawa kebenaran, bahwa para musuh itu (yang semalam namanya disebut) benar-benar terbunuh di lokasi yang telah ditunjukkan oleh Nabi s.a.w. dan tidak melampaui batas lokasi yang ditunjukkan oleh beliau s.a.w.

Umar melanjutkan, jasad mereka dilemparkan ke dalam sebuah sumur (qalib Badr) yang telah lama ditinggalkan, bertumpuk satu sama lain.

Sesaat setelah perang berakhir, Nabi s.a.w. datang dan berdiri di tepi sumur itu, memanggil nama-nama mereka, “Wahai fulan bin fulan…

Dalam riwayat Muslim yang lain disebutkan bahwa Nabi s.a.w. meninggalkan mereka selama tiga hari, lalu datang ke lokasi sumur, berdiri di hadapan mereka dan berseru, “Wahai Abu Jahl bin Hisyam, wahai Umayyah bin Khalaf, wahai ‘Utbah bin Rabi‘ah, wahai Syaibah bin Rabi‘ah. Apakah kalian telah menemukan janji Allah dan Rasul-Nya sebagai kenyataan?
Maksud beliau apakah mereka sekarang merasakan siksa dan kesulitan alam barzakh yang telah dijanjikan oleh Allah S.w.t.

Beliau s.a.w. menambahkan, “Karena aku (sekarang) telah mendapati janji Allah kepadaku sebagai sesuatu yang nyata,” yaitu berupa kemenangan dan pengokohan atas kaum musyrikin. Ini bukan sebatas retorika, tapi penegasan bahwa janji Tuhan terhadap para penentang Islam telah terealisasi, sebagaimana janji kemenangan kepada Nabi s.a.w. telah beliau rasakan secara nyata.

Waktu itu Umar spontan bertanya kepada Rasulullah s.a.w., “Bagaimana engkau bisa berbicara kepada jasad tanpa ruh sama sekali?” Nabi s.a.w. menjawab, “Kalian tidak lebih mampu mendengar apa yang aku katakan daripada mereka.” Maksudnya, mereka pun mendengar sebagaimana kalian mendengar, “Hanya saja mereka tidak mampu menjawab apa pun kepadaku.


أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَى ثَلاثَةٍ إِلا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلا خَمْسَةٍ إِلا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلا أَكْثَرَ إِلا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

Tidakkah engkau perhatikan, bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia adalah yang keempatnya. Dan tidak ada (pembicaraan antara) lima orang, kecuali Dia adalah yang keenamnya. Dan tidak ada yang kurang atau lebih banyak dari itu melainkan Dia pasti ada bersama mereka di mana saja mereka berada. (Q.S. Al-Mujadilah, 7)