Ilmu dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Ia bukan hanya dianggap sebagai sarana untuk memahami dunia, tetapi juga sebagai jalan menuju keridhaan Allah SWT.
Al-imam al-Ghazaliy (450-505 H) mengatakan,
الْعِلْمُ حَيَاةُ ٱلْقُلُوبِ مِنَ ٱلْعَمَى، وَنُورُ ٱلْأَبْصَارِ مِنَ ٱلظُّلَمِ، وَقُوَّةُ ٱلْأَبْدَانِ مِنَ ٱلضُّعْفِ، يُبَــلِّغُ بِهِ ٱلْعَبْدُ مَنَازِلَ ٱلْأَبْرَارِ وَٱلدَّرَجَاتِ ٱلْعُلَى، ٱلتَّفَكُّرُ فِيهِ يُعْدَلُ بِٱلصِّيَامِ، وَمُدَارَسَتُهُ بِٱلْقِيَامِ، بِهِ يُطَاعُ ٱللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَبِهِ يُوَحَّدُ وَيُمَجَّدُ، وَبِهِ يُتَوَرَّعُ، وَبِهِ تُوصَلُ ٱلْأَرْحَامُ، وَبِهِ يُعْرَفُ ٱلْحَلَالُ مِنَ ٱلْحَرَامِ، وَهُوَ إِمَامٌ وَٱلْعَمَلُ تَابِعُهُ، يُلْهَمُهُ ٱلسُّعَدَاءُ وَيُحْرَمُهُ ٱلْأَشْقِيَاءُ. (إحياء علوم الدين للغزالي الطوسي ، ج 1، ص 11)
Ilmu adalah kehidupan hati dari kebutaan, cahaya penglihatan dari kegelapan, dan kekuatan tubuh dari kelemahan. Dengan ilmu, seorang hamba dapat mencapai kedudukan orang-orang saleh dan derajat yang tinggi. Merenungkan ilmu sebanding dengan pahala puasa, dan mempelajarinya setara dengan pahala qiyamullail (shalat malam).
Melalui ilmu, Allah S.w.t ditaati, disembah, dan diagungkan. Dengan ilmu, seseorang dapat menjaga diri dari hal-hal yang dilarang. Ilmu juga menjadi sarana untuk menyambung tali silaturahmi, serta membedakan antara yang halal dan yang haram.
Ilmu adalah pemimpin, sedangkan amal adalah pengikutnya. Orang-orang yang beruntung dianugerahi ilmu, sedangkan orang-orang yang malang terhalang darinya.”
Klasifikasi ilmu
Al-Ghazaliy menulis,
اِعْلَمْ أَنَّ الْفَرْضَ لَا يَتَمَيَّزُ عَنْ غَيْرِهِ إِلَّا بِذِكْرِ أَقْسَامِ الْعُلُومِ، وَالْعُلُومُ بِالْإِضَافَةِ إِلَى الْغَرَضِ الَّذِي نَحْنُ بِصَدَدِهِ تَنْقَسِمُ إِلَى شَرْعِيَّةٍ وَغَيْرِ شَرْعِيَّةٍ، وَأَعْنِي بِالشَّرْعِيَّةِ مَا اسْتُفِيدَ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ صَلَوَاتُ اللهِ عَلَيْهِمْ وَسَلَامُهُ، وَلَا يَرْشِدُ الْعَقْلُ إِلَيْهِ مِثْلَ الْحِسَابِ، وَلَا التَّجْرِبَةُ مِثْلَ الطِّبِّ، وَلَا السَّمَاعُ مِثْلَ اللُّغَةِ
Ketahuilah bahwa kewajiban (mencari ilmu) tidak dapat dibedakan dari selainnya kecuali dengan menyebutkan jenis-jenis ilmu. Ilmu, jika dikaitkan dengan tujuan yang sedang kita bahas (sekarang), terbagi menjadi ilmu syar’i dan non-syar’i. Yang saya maksud dengan ilmu syar’i adalah
- ilmu yang diperoleh dari para nabi, shalawat dan salam Allah atas mereka;
- tidak dapat dicapai oleh akal seperti ilmu hitung;
- tidak dapat diperoleh melalui eksperimen seperti ilmu kedokteran; dan
- tidak dapat diperoleh melalui pendengaran seperti ilmu bahasa.”
Berangkat dari apa yang dikemukakan oleh al-Ghazaliy, dengan redaksi yang berbeda, ilmu dapat dikelaskan dalam 2 kelas, yaitu
- Ilmu Keislaman
Ilmu keislaman merujuk pada cabang-cabang ilmu yang secara langsung bersumber dari ajaran Islam dan terkait dengan pemahaman agama. Ilmu ini bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan menjalankan syariat-Nya. Contohnya meliputi:- Ilmu Tauhid: Studi tentang aqidah atau keimanan kepada Allah, malaikat, kitab-kitab, rasul, hari akhir, dan takdir.
- Ilmu Fiqih: Studi tentang hukum-hukum syariat yang mengatur ibadah (seperti shalat, zakat, puasa, dan haji) serta mu’amalah.
- Ilmu Tafsir: Studi tentang penafsiran ayat-ayat Al-Qur’an.
- Ilmu Hadis: Studi tentang sabda, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad s.a.w.
- Ilmu Tasawuf: Studi tentang pembersihan jiwa, akhlak, dan pendekatan diri kepada Allah.
- Ilmu Nonkeislaman
Ilmu nonkeislaman biasanya digunakan untuk merujuk pada cabang ilmu yang tidak secara langsung bersumber dari ajaran Islam, tetapi mencakup berbagai bidang kehidupan duniawi. Misalnya:- Ilmu Sains dan Teknologi: Fisika, kimia, biologi, teknologi informasi.
- Ilmu Sosial: Sosiologi, psikologi, ekonomi.
- Ilmu Terapan: Kedokteran, teknik, arsitektur.
- Ilmu Alam: Geologi, ekologi, astronomi.
Posisi Ilmu Keislaman dan Nonkeislaman
- Ilmu Keislaman: Fondasi Utama
Ilmu Keislaman adalah inti dari ilmu yang dimaksud dalam Islam. Ini mencakup pemahaman tentang aqidah, syariat, dan akhlak, yang menjadi dasar untuk menjalani kehidupan yang diridhai Allah S.w.t. Ilmu ini adalah cahaya utama yang menerangi hati, menuntun manusia mengenal Allah S.w.t., membedakan halal dan haram, serta menjalani hidup sesuai dengan tujuan penciptaan manusia. Semua ini, dari sudut pandang Islam, adalah kebaikan untuk manusia. Itu sebabnya Rasulullah s.a.w. bersabda,مَن يُرِدِ اللَّهُ به خَيْرًا يُفَقِّهْهُ في الدِّينِ (رواه البخاري ومسلم)
Siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Dia akan memahamkannya tentang agama.
- Ilmu Nonkeislaman: Sarana Kehidupan
Di sisi lain, Islam tidak membatasi konsep ilmu hanya pada ilmu keislaman. Ilmu nonkeislaman, termasuk teknologi, kedokteran, dan sains lainnya, juga dianggap mulia selama digunakan untuk kemaslahatan umat manusia. Ilmu-ilmu ini adalah anugerah dari Allah S.w.t untuk membantu manusia memenuhi kebutuhan hidupnya, memajukan peradabannya, dan mendukung pelaksanaan kewajiban agamanya.Allah S.w.t. berfirman,عَلَّمَ الْإِنسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ
Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-‘Alaq: 5)
Ayat ini menunjukkan bahwa ilmu duniawi adalah bagian dari anugerah Allah yang dapat membawa manfaat jika digunakan dengan benar.
Hubungan antara Ilmu Keislaman dan Ilmu Nonkeislaman
Meski terdapat klasifikasi di atas, penting untuk dicatat bahwa Islam tidak memisahkan kedua kelas ilmu di atas secara mutlak. Dalam Islam, semua ilmu bisa bernilai ibadah jika digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah S.w.t. atau untuk kemaslahatan umat. Misalnya, mempelajari ilmu kedokteran dinilai ibadah jika bertujuan untuk membantu sesama manusia, atau mempelajari ilmu astronomi juga sebuah ibadah jika bertujuan kebaikan, seperti digunakan untuk menentukan waktu ibadah seperti shalat dan puasa.
Ilmu keislaman memberikan kerangka aturan dan moral bagi penggunaan ilmu nonkeislaman. Ilmu keislaman mengajarkan manusia untuk menggunakan ilmu nonkeislaman dengan tanggung jawab, mengutamakan kemaslahatan, dan menghindari kemudharatan. Dengan begitu, keduanya digunakan secara serentak mendukung pelaksanaan pengabdian (penghambaan) kepada Allah S.w.t dan meningkatkan kualitas hidup umat manusia. Sekedar menyebut contoh:
- Ilmu teknologi mempermudah umat Islam dalam menyebarkan dakwah.
- Ilmu kedokteran membantu menjaga kesehatan, yang merupakan bagian dari perintah agama.
- Ilmu ekonomi memungkinkan umat Islam mengatur keuangan sesuai dengan prinsip syariah.
Dasar Kewajiban Menuntut Ilmu dalam Islam
- Firman Allah S.w.t.
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi (menghamba) kepadaKu (Q.S. Al-Dzariyat: 56)
Jika tidak ada cara untuk beribadah kepada Allah ta’ala dengan benar kecuali melalui ilmu keislaman (syar’iy) maka mempelajari ilmu keislaman menjadi urgen dan wajib.
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” (Q.S. Al-‘Alaq: 1)
Perintah baca dalam ayat adalah pesan implisit bahwa aktifitas membaca -yang merupakan bagian dari cara belajar- adalah aktifitas yang diminta untuk dilakukan oleh muslim.
- Sabda Nabi s.a.w.
طَلَبُ العِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ، وَإِنَّ طَالِبَ العِلْمِ يَسْتَغْفِرُ لَهُ كُلُّ شَيْءٍ، حَتَّى الحِيتَانِ فِي البَحْرِ (رواه ابن ماجه عن أنس)
Menuntut ilmu adalah kewajiban atas setiap Muslim, dan sesungguhnya orang yang menuntut ilmu dimohonkan ampun oleh segala sesuatu, bahkan oleh ikan-ikan di laut.
Ayat dan hadis di atas menunjukkan kewajiban mencari ilmu. Membaca, belajar, dan memahami adalah inti dari keberadaan dan keberlangsungan agama Islam. Untuk itu setiap muslim, tanpa dibatasi oleh umur, ras, waktu, dan tempat berkepentingan untuk belajar dan belajar demi melindungi eksistensi dan keberlangsungan agamanya.
Ilmu yang Wajib Dipelajari
Saat ditetapkan bahwa ‘menuntut ilmu adalah wajib’, kita dihadapkan pada 2 (dua) fakta mengenai kewajiban mencari ilmu, yaitu
- ayat dan hadis di atas tidak membatasi secara eksplisit ilmu apa yang wajib dipelajari. Tidak adanya pembatasan, biasanya, memberikan implikasi bahwa seluruh ilmu wajib dipelajari; dan
- manusia -dengan keterbatasan kemampuannya- tidak mungkin mampu menguasai seluruh ilmu dengan berbagai cabangnya, baik keislaman maupun nonkeislaman.
Untuk mendamaikan dua fakta tersebut, kita perlu memahami prinsip-prinsip Islam terkait kewajiban menuntut ilmu, terutama dalam konteks kemampuan manusia yang terbatas.
- Tidak Semua Ilmu Wajib Dipelajari oleh Setiap Muslim
Islam membedakan antara ilmu yang bersifat fardhu ‘ayn (kewajiban individu), fardhu kifayah (kewajiban kolektif), dan yang dianjurkan atau sunnah. Ilmu yang menjadi kewajiban individu (bersifat fardhu ‘ayn) adalah prioritas utama untuk dipelajari karena berkaitan langsung dengan pelaksanaan kewajiban per individu muslim sebagai hamba Allah. Seorang ulama salaf kelahiran Samarkand, Uzbekistan Al-Fudhayl bin ‘Iyadh (107-187 H) menyatakan,كُلُّ عَمَلٍ كَانَ عَلَيْكَ فَرْضًا، فَطَلَبُ عِلْمِهِ فَرْضٌ، وَمَا لَمْ يَكُنِ الْعَمَلُ بِهِ عَلَيْكَ فَرْضًا، فَلَيْسَ طَلَبُ عِلْمِهِ عَلَيْكَ بِوَاجِبٍ. (بحر المذهب للروياني، ج 1، ص 21)
Setiap perbuatan/aktifitas yang wajib (fardhu) kamu lakukan, maka mempelajari ilmunya juga menjadi wajib bagimu. Dan apa pun perbuatan/aktifitas yang tidak wajib bagimu untuk dilakukan, maka mempelajari ilmunya tidak wajib bagimu.
Pernyataan Al-Fudhayl di atas diperjelas oleh syaikh al-Zarnujiy (wafat 591 H atau 640 H) dalam buku Ta’lim al-Muta’allim Thariq at-Ta’allum yang populer di lingkungan pesantren tradisional. Beliau menegaskan,
اِعْلَمْ أَنَّهُ لَا يُفْتَرَضُ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ طَلَبُ كُلِّ عِلْمٍ، وَإِنَّمَا يُفْتَرَضُ عَلَيْهِ طَلَبُ عِلْمِ الْحَالِ، بِأَنْ يَطْلُبَ عِلْمَ مَا يَقَعُ لَهُ فِي حَالِهِ فِي أَيِّ حَالٍ كَانَ
Ketahuilah bahwa tidak diwajibkan atas setiap Muslim untuk mempelajari seluruh ilmu. Namun, yang diwajibkan atasnya adalah mempelajari ilmu yang relevan dengan kondisinya (علم الحال), yaitu ilmu tentang apa yang terjadi padanya dalam situasi tertentu, sesuai dengan keadaan apa pun yang ia hadapi.
Baik Al-Fudhail bin ‘Iyadh maupun al-Zarnujiy membangun pernyataannya di atas dengan kaidah yang populer dalam disiplin ilmu fiqh, yaitu “Segala sesuatu yang menjadi sarana untuk melaksanakan kewajiban, maka ia sendiri menjadi kewajiban.”
Dalam konteks pembahasan kita sekarang, prinsip di atas dapat berbunyi menjadi, “Segala ilmu atau pengetahuan yang menjadi sarana untuk melaksanakan kewajiban, maka mempelajari ilmu atau pengetahuan dimaksud adalah (juga) suatu kewajiban.”
Seperti diketahui, sesuatu yang dinilai wajib maka ia harus dilaksanakan dan mengabaikannya adalah sebuah dosa. Terlebih di era sekarang, di mana tempat, sarana, dan media pembelajaran sangat mudah diakses dan tersedia dalam berbagai bentuk. Tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk berkata, ‘Maaf! Aku tidak bisa membaca Al-Qur’an‘, ‘Maaf! Aku tidak bisa shalat‘, ‘Aku tidak tahu apa itu riba‘, ‘Anakku atau aku tidak punya waktu untuk belajar membaca Al-Qur`an‘, atau alasan serupa lainnya.
- Ilmu yang Relevan dengan Keadaan (علم الحال)
Konsep Ilm al-Hal ” علم الحال ” menegaskan bahwa ilmu yang diwajibkan untuk dipelajari oleh setiap muslim adalah ilmu yang relevan dengan keadaan (Ilm al-Hal). Beberapa contoh berikut diharapkan dapat memperjelas:- Masa Kanak-Kanak
Orang tua memiliki kewajiban terhadap anak-anaknya yang berusia dini untuk:- Memperkenalkan Allah S.w.t. sebagai satu-satunya Tuhan yang layak disembah dan mengenalkan Rasulullah Muhammad s.a.w. sebagai utusanNya, sesuai dengan daya tangkap nalar anak.
- Mengajarkan anak-anak untuk membaca Al-Qur`an.
- Melatih mereka gerakan dan bacaan shalat sebagai persiapan untuk ibadah harian mereka ketika dewasa.
- Saat Muslim Sudah Baligh
Ketika seorang Muslim mencapai usia baligh, kewajiban mempelajari ilmu semakin bertambah, seperti:- Memahami tata cara shalat secara lebih mendalam, termasuk syarat, rukun, dan sunnahnya serta kekhusyu’an yang menjadi inti dari ibadah shalat.
- Memahami ilmu tentang puasa, khususnya terkait kewajiban berpuasa di bulan Ramadan.
- Ketika Mampu Secara Ekonomi
Seorang Muslim yang memiliki kemampuan finansial wajib mempelajari ilmu tentang:- Zakat: Tata cara menghitung dan menunaikan zakat harta sesuai ketentuan syariat.
- Haji: Rukun, syarat, dan tata cara pelaksanaan ibadah haji, karena dua ibadah ini merupakan kewajiban fardhu ‘ain bagi mereka yang memiliki harta.
- Ketika Terjun dalam Bisnis
Bagi seorang Muslim yang berkecimpung dalam dunia bisnis, ia wajib mempelajari ilmu terkait transaksi yang halal dan haram. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap transaksi yang dilakukan sesuai dengan syariat Islam. Allah S.w.t. memerintahkan untuk hanya mengonsumsi makanan dan harta yang diperoleh dengan cara yang halal. - Di tengah masyarakat yang dihadapkan pandemi penyakit, mempelajari cara mengatasi pandemi tersebut adalah ilmu pengetahuan yang wajib dicari.
Prinsipnya, ilmu yang harus dipelajari adalah ilmu yang dibutuhkan pada saat ia dibutuhkan dan menjadi prioritas untuk diketahui. Dengan demikian, kewajiban menuntut ilmu selalu relevan dengan tanggung jawab dan peran seseorang dalam kehidupannya sendiri, dan bahkan kehidupan sosialnya.
- Masa Kanak-Kanak
Manfaat Ilmu
- Ilmu Menghidupkan Hati
Hati manusia dapat diibaratkan sebagai tanah, dan ilmu adalah air yang menyuburkannya. Hati yang kosong dari ilmu akan menjadi kering, gersang, dan mati. Mengutip apa yang dikemukakan oleh al-Ghazaliy di awal tulisan ini,“Ilmu adalah kehidupan hati, cahaya bagi penglihatan dari kebutaan, dan kekuatan bagi tubuh dari kelemahan.”
Pernyataan ini menekankan bahwa ilmu adalah kunci kehidupan hati. Ketika seseorang memiliki ilmu, hatinya menjadi hidup, penuh semangat, dan mampu merasakan kebenaran. Tanpa ilmu, hati seseorang akan mudah terjerumus ke dalam kesalahan dan kebodohan. Hati yang dipenuhi ilmu mampu membedakan antara yang benar dan salah, sehingga membuat pemiliknya lebih bijaksana dalam bertindak.
Fakta di atas yang membuat perbedaan tegas antara orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu. Allah S.w.t. berfirman,
… هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَۗ …
Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (Q.S. Al-Zumar: 9)
Ayat ini memberikan gambaran jelas bahwa ilmu adalah sesuatu yang membedakan manusia dalam pandangan Allah. Orang-orang yang berilmu memiliki kedudukan lebih tinggi karena hati mereka dipenuhi dengan cahaya pengetahuan yang benar.
- Ilmu sebagai Cahaya Penglihatan
Ilmu tidak hanya menghidupkan hati, tetapi juga menjadi cahaya yang menerangi penglihatan manusia. Seperti halnya seseorang yang tersesat dalam kegelapan karena tidak dapat melihat jalan dengan jelas, demikian pula manusia yang hidup tanpa ilmu akan kehilangan arah. Ilmu ibarat cahaya yang memberikan panduan dan arahan yang jelas untuk menempuh jalan kehidupan yang benar.Ungkapan “Ilmu adalah cahaya” telah lama digunakan sebagai metafora untuk menggambarkan pentingnya ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia. Di balik kesederhanaan ungkapan tersebut, terdapat makna yang mendalam tentang bagaimana ilmu dapat menjadi penerang, petunjuk, dan katalis transformasi bagi individu maupun masyarakat.Cahaya, dalam berbagai tradisi dan kebudayaan, sering dilambangkan sebagai simbol pencerahan, kebenaran, dan harapan. Dalam konteks ilmu, cahaya berfungsi untuk:- mengatasi kegelapan kebodohan
Ilmu membawa pencerahan terhadap ketidaktahuan. Dengan ilmu, manusia dapat memahami realitas ketuhanan, mengungkap misteri alam semesta, dan menghindari kesalahpahaman atau prasangka yang sering muncul karena minimnya pengetahuan. - Membuka Wawasan Baru
Seperti cahaya yang menerangi jalan gelap, ilmu membuka wawasan baru yang sebelumnya tidak terpikirkan. Penemuan ilmiah tidak hanya menjelaskan fenomena alam tetapi juga memberi jalan bagi kemajuan teknologi, budaya, dan peradaban.
Dalam konteks keislaman, Imam Al-Ghazali menilai,
Ilmu adalah cahaya yang menunjukkan jalan kepada Allah S.w.t. Tanpa ilmu, seseorang akan tersesat dalam kegelapan.”
Kalimat terakhir beliau cukup menyengat. Bagaimana tidak, manusia yang tidak berilmu layaknya orang yang tersesat dan dalam waktu yang sama dia berada di dalam kegelapan. Ketika seseorang memiliki ilmu, ilmunya menjadi cahaya yang memberinya suasana terang dalam lorong jalan hidupnya, arah tujuan semakin jelas. Tanpa ilmu, dapat dipastikan ia tersesat menelusuri lorong hidupnya. Hati yang dipenuhi ilmu mampu membedakan antara yang benar dan salah, sehingga membuat pemiliknya lebih cerdas dalam bertindak. Fakta di atas mempertegas perbedaan tegas antara orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu. Allah S.w.t. berfirman,
… هَلْ يَسْتَوِى الَّذِيْنَ يَعْلَمُوْنَ وَالَّذِيْنَ لَا يَعْلَمُوْنَۗ …
Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (Q.S. Al-Zumar: 9)
- mengatasi kegelapan kebodohan
- Ilmu Mengangkat Martabat
Ilmu pengetahuan dapat meningkatkan kualitas hidup, status, dan penghargaan terhadap individu maupun masyarakat. mengangkat derajat manusia secara moral, intelektual, dan sosial. Ilmu meningkatkan:- kualitas pribadi karena mampu memberikan kemampuan untuk berpikir kritis, membuat keputusan yang bijak, dan memahami tujuan hidup dengan lebih baik;
- status sosial karena orang yang berilmu sering dipandang lebih bermartabat karena kontribusinya yang nyata, baik dalam lingkup kecil seperti keluarga, maupun dalam skala yang lebih luas seperti komunitas atau negara; dan
- martabat manusia secara universal karena manusia mampu menunjukkan potensinya sebagai makhluk yang rasional dan kreatif dibandingkan makhluk-makhluk lain, bahkan termasuk malaikat.
Ketika seseorang mampu mengombinasikan antara keilmuan dengan keimanan kepada keberadaan Tuhanya, Allah S.w.t. dan hal-hal yang metafisik lainnya, maka Allah S.w.t. berjanji akan mengangkat derajat dan statusnya,
… يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“… Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Mahateliti apa yang kalian kerjakan.
- Ilmu sebagai Jalan Menuju Kebahagiaan Abadi
Ilmu berperan mengantarkan manusia menuju kebahagiaan yang hakiki di akhirat. Dalam perspektif agama Islam, ilmu membimbing manusia ke jalan yang benar dengan memahami aturan-aturan kehidupan yang sesuai dengan kehendak Tuhan, Allah S.w.t. Dengan ilmu, dia mampu membedakan antara yang benar dan salah, sehingga tindakan-tindakan mereka membawa kebaikan, khususnya kebaikan abadi yaitu surga. Untuk itu Rasulullah s.a.w bersabda,مَنْ سَلَكَ طَريقا يَبْتَغِي فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ الله لَهُ طَريْقًا إِلى الْجَنَّة، وإنَّ الملائكةَ لَتَضَعُ أجْنِحَتَهَا لِطَالِبِ الْعِلْمِ رضًا بِمَا يَصْنَعُ، وإنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ في السَّماواتِ ومَنْ فِي الْأرضِ حَتّى الحيتَانُ فِي الْمَاءِ (رواه رواه أبو داود عن أبي الدرداء)
Siapa yang menempuh suatu jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga. Sesungguhnya para malaikat akan meletakkan sayap-sayapnya sebagai bentuk keridhaan mereka terhadap pencari ilmu atas apa yang ia lakukan. Dan sesungguhnya makhluk di langit dan di bumi, bahkan ikan-ikan di dalam air, memohonkan ampunan untuk orang yang berilmu.
Tantangan dan Hambatan Belajar, Khususnya Ilmu Keislaman
- Tantangan Internal
- Kurangnya Motivasi dan Niat yang Tidak Lurus
- Banyak individu yang kehilangan semangat dalam menuntut ilmu, terutama jika hasilnya tidak segera terlihat.
- Dalam ilmu keislaman, niat yang tidak ikhlas, seperti mencari ilmu hanya untuk mendapatkan pengakuan atau kepentingan duniawi, dapat menjadi hambatan besar.
- Kurangnya Konsistensi
- Belajar ilmu keislaman membutuhkan kesabaran dan konsistensi. Tantangan seperti malas, sibuk dengan urusan duniawi, atau merasa sudah cukup dengan pengetahuan dasar sering menjadi penghalang. Tidak sedikit yang berasumsi bahwa dengan hanya bisa membaca Al-Qur`an maka dinilai sudah cukup mengerti tentang ajaran Islam.
- Kesulitan Memahami Materi
- Bahasa Arab sebagai bahasa utama ilmu keislaman sering kali menjadi kendala bagi mereka yang tidak memiliki tekad kuat.
- Konsep-konsep dalam ilmu keislaman, seperti fiqh, tafsir, dan akidah, membutuhkan pemahaman mendalam yang tidak dapat dicapai secara instan.
- Kurangnya Motivasi dan Niat yang Tidak Lurus
- Tantangan Eksternal
- Pengaruh Budaya dan Lingkungan
-
- Lingkungan yang kurang mendukung, seperti pergaulan yang tidak menghargai ilmu keislaman atau budaya yang lebih memprioritaskan ilmu nonkeislaman, dapat melemahkan semangat belajar. Termasuk dalam hal ini, khususnya, lingkungan keluarga. Orang tua yang tidak peduli dengan ilmu keislaman cenderung mengakibatkan hal yang sama kepada putra-putri mereka. Keluarga yang kurang memberikan dukungan atau bahkan tidak memahami pentingnya ilmu keislaman akan menurunkan motivasi belajar individu di dalamnya.
- Cara pikir masyarakat yang sekuler membawa nilai-nilai yang bertentangan dengan ajaran Islam, sehingga menuntut ilmu keislaman terkadang dianggap kurang relevan.
- Gangguan Digital atau Distraksi Teknologi
- Teknologi yang seharusnya mendukung pembelajaran manusia sering kali menjadi distraksi, seperti penggunaan media sosial yang berlebihan dan tidak sesuai norma agama.
- Konten sosial media yang tidak valid atau persepsi yang salah mengenai ajaran Islam di dunia maya juga bisa berperan dalam menjauhkan seseorang dari menekuni ilmu keislaman.
-
- Pengaruh Budaya dan Lingkungan
- Hambatan Stigma Sosial
- Ada anggapan bahwa mempelajari ilmu keislaman tidak memiliki manfaat ekonomi yang besar, sehingga sering diremehkan dibandingkan ilmu nonkeislaman. Anggapan ini bahkan menjadi anggapan mayoritas muslim saat ini. Pendidikan sekolah formal nonkesilaman jauh lebih mendapatkan perhatian dari pada pendidikan keislaman.
- Ada anggapan bahwa mereka yang mempelajari ilmu keislaman kadang-kadang dianggap ekstremis, konservatif, dan sok alim, terutama di lingkungan sekuler.
- Tantangan Metodologi
- Sumber Referensi yang Tidak Valid
- Banyaknya informasi yang beredar dan ketiadaan filter, terutama di media digital, menimbulkan tantangan untuk membedakan antara ilmu yang benar dan pendapat yang tidak berdasar.
- Kurangnya guru atau pembimbing yang kompeten membuat pembelajaran menjadi tidak terarah dan tidak sistematis. Termasuk dalam hal ini adalah belajar keislaman dari sosial media. Materi yang dilihat dan didengar umumnya bersifat acak (random). Ini amat berbahaya bagi mereka yang ingin belajar ilmu keislaman, khususnya pemula. Sistematika pengajaran adalah keniscayaan yang tidak bisa dihindari.
- Kurangnya Integrasi Ilmu
- Dalam beberapa kasus, ilmu keislaman dipisahkan dari ilmu nonkeislmanan, sehingga ilmu keislaman sering dinilai tidak mampu menjawab tantangan kontemporer dengan baik.
- Sumber Referensi yang Tidak Valid
Strategi Mengatasi Tantangan dan Hambatan
- Tekad yang kuat untuk mengetahui ajaran agama. Apapun yang anda inginkan akan terealisasi dengan tekad. Hasil pengamatan orang-orang bijak terhadap hukum Allah atas alam adalah bahwa: tekad sering sekali berhasil mewujudkan apa yang kita inginkan.
- Memulai proses belajar dengan niat ikhlas untuk mendekatkan diri kepada Allah. Motifasi lain justru akan menghambat, bahkan menghentikan proses belajar.
- Belajar dari ulama, guru, atau institusi terpercaya dan memiliki kompetensi yang baik untuk memastikan keabsahan ilmu yang dipelajari.
- Mengalokasikan waktu khusus untuk belajar ilmu keislaman secara teratur dan konsisten hadir.
- Jika memanfaatkan teknologi, pastikan menggunakan sumber belajar online yang valid, benar, dan tidak ngasal.
- Berusaha mengaitkan ilmu keislaman dengan ilmu nonkeislaman untuk relevansi yang lebih baik. Ini akan menjadikan ilmu keislaman semakin menarik, di samping dapat meningkatkan keimanan muslim kepada Allah S.w.t.
- Sebelum terakhir, agar semua usaha di atas berjalan dengan sempurna diperlukan sistematika pembelajaran. Sistematika ini diturunkan dalam bentuk silabus pengajaran yang baik. Silabus adalah dokumen rencana pembelajaran yang berisi garis besar atau kerangka utama dari materi, tujuan, dan strategi yang akan digunakan dalam proses pengajaran pada suatu pelajaran.
- Terakhir, melakukan praktek pendekatan diri kepada Allah S.w.t. dengan doa, shalat sunnah malam, puasa sunnah, serta ibadah-ibadah sunnah lainnya. Cara ini -berdasarkan pengalaman banyak ulama- amat efektif untuk membuka pikiran yang tersumbat dan dapat menjadi booster yang mempercepat pemahaman. Ini menjadi salah satu metode pencerahan pemikiran yang terbaik, di samping metode diskusi. Dalam Islam, ilmu pengetahuan yang dicapai tidak boleh dilepaskan dari penghambaan manusia (ibadah) kepada Allah S.w.t. Sebaliknya adalah fatal dan menjadikan ilmu menjadi “kering”, hanya “sampai di tenggorokan”, tidak sampai ke hati, atau bahkan tidak tertutup malah akan menjadi bencana bagi manusia sendiri.