حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ انْطَلَقَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفْرَةٍ سَافَرُوهَا حَتَّى نَزَلُوا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمْ
فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الْحَيِّ فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لَا يَنْفَعُهُ شَيْءٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلَاءِ الرَّهْطَ الَّذِينَ نَزَلُوا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ شَيْءٌ
فَأَتَوْهُمْ فَقَالُوا يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ وَسَعَيْنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لَا يَنْفَعُهُ فَهَلْ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مِنْ شَيْءٍ ؟
فَقَالَ بَعْضُهُمْ نَعَمْ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرْقِي وَلَكِنْ وَاللَّهِ لَقَدْ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ تُضَيِّفُونَا فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا فَصَالَحُوهُمْ عَلَى قَطِيعٍ مِنْ الْغَنَمِ
فَانْطَلَقَ يَتْفِلُ عَلَيْهِ وَيَقْرَأُ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ فَانْطَلَقَ يَمْشِي وَمَا بِهِ قَلَبَةٌ
قَالَ فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمْ الَّذِي صَالَحُوهُمْ عَلَيْهِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اقْسِمُوا فَقَالَ الَّذِي رَقَى لَا تَفْعَلُوا حَتَّى نَأْتِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَذْكُرَ لَهُ الَّذِي كَانَ فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا فَقَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرُوا لَهُ فَقَالَ وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ثُمَّ قَالَ قَدْ أَصَبْتُمْ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ سَهْمًا فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
(صحيح البخاري , محمد بن إسماعيل , دار ابن كثير , اليمامة , 1987, ج 2 ص 795, باب ما يعطى في الرقية على أحياء العرب بفاتحة الكتاب)
Abu Nu’man bercerita kepada kami, Abu ‘Awanah bercerita kepada kami, dari Abu Bisyr, dari Abu Al Mutawakkil, dari Abu Sa’id Al Khudriy. Dia (Abu Sa’id) bercerita,
Sekelompok sahabat Rasulullah –semoga Allah meridhai mereka– sedang dalam perjalanan lalu singgah di salah satu perkampungan Arab.[1] Mereka sahabat Rasul meminta penduduk kampung menjamu mereka sebagaimana layaknya tamu. Namun mereka enggan menjamu para sahabat.
Dalam waktu para sahabat singgah di sana, tokoh kampung itu tersengat kalajengking.[2] Para warganya sudah berusaha mengobatinya dengan berbagai cara namun tidak berhasil menyembuhkannya.[3]
Sebagian dari warga kampung memberi saran, “Cobalah kalian datangi para musafir yang singgah (di kampung kita), mungkin mereka memiliki sesuatu untuk mengobatinya.”
Mereka pun mendatangi para sahabat dan berkata, “Tokoh kampung kami tersengat kalajengking. Kami telah berusaha dengan segala cara untuk mengobatinya namun tidak menyembuhkannya. Adakah salah seorang di antara kalian memiliki sesuatu untuk mengobatinya?”
Salah seorang sahabat[4] menjawab, “Ya ada. Demi Allah aku akan menjampi-jampinya.[5] Namun sebelumnya kami telah meminta kalian menjamu kami sebagai tamu dan kalian tidak mau. Untuk itu, aku tidak akan menjampi-jampinya sampai kalian bersedia memberikan bayaran (sebagai kompensasi pengobatannya jika sembuh).”
Kedua pihak lalu menyepakatinya dengan bayaran berupa sejumlah kambing.[6]
Sahabat itu menyembur si sakit dan membaca surah Al Fatihah. [7]
Tak lama tokoh kampung itu seakan-akan lepas dari ikatan. Dia mampu berjalan. Tidak ada lagi rasa sakit (yang dirasakannya).
Mereka segera memenuhi bayaran yang disepakati.
Di antara sahabat ada yang berkata, “Ayo bagi-bagikan (kambing-kambing itu).” Sahabat yang mengobati menjawab, “Jangan bagi-bagikan dulu sampai kita menemui Rasulullah –keagungan dan kedamaian untuknya– dan menceritakan apa yang terjadi, selanjutnya kita lihat apa saran beliau.”
Tiba di Madinah, mereka mendatangi Rasulullah dan menceritakan kejadian yang mereka alami.
Rasulullah –keagungan dan kedamaian untuknya– bertanya kepada sahabat yang mengobati, “Apa yang membuatmu tahu bahwa Al Fatihah adalah jampi-jampi?”[8]
“Kalian telah melakukannya dengan benar.[9] Bagi-bagikanlah dan sisihkan sebagian untukku,” sabda Rasulullah sambil tertawa.[10]
Kesimpulan yang diperoleh dari hadis
- Diizinkan mengobati penyakit (fisik) dengan ayat Al Qur`an.
- Teknis pengobatan ini tidak terikat. Dalam contoh Abu Sa’id berinisiatif dengan cara –sebagaimana diceritakan pada redaksi hadis- menyembur lalu membaca surah Al Fatihah. Sebagian ulama menyarankan agar membaca Al Fatihah dahulu lalu menyemburnya. Teknisnya terbuka meskipun harus tetap dalam koridor syar’i dan kesantunan. Termasuk diantaranya adalah ruqyah dengan cara membaca sebagian Al Qur`an lalu meniupkannya ke air untuk diminumkan kepada yang sakit.
- Diizinkan menentukan upah sebagai kompensasi atas pengobatan dengan cara ruqyah. Ini artinya bahwa upah jasa ruqyah adalah halal.
- Hadis di atas sama sekali tidak menyinggung kriteria mereka yang layak memberikan layanan ruqyah. Tepatnya siapa saja dapat melakukannya. Untuk itu tidak diperlukan sebuah sertifikat atau jenjang tertentu yang harus dilalui untuk menjadi seorang raaqi kecuali sedikit pengetahuan tentang ruqyah yang sesuai dengan ajaran Islam. Yang terakhir disebut ini bukan sesuatu yang sulit untuk diketahui. Bahkan cukup dengan pengetahuan tentang keberadaan hadis di atas, cara yang sama (dalam hadis) dapat dilakukan oleh siapapun.
- Ibnu Hajar menyatakan, di samping dengan ayat suci Al Qur`an, ruqyah juga dapat dilakukan dengan menggunakan dzikir dan doa yang bersifat ma’tsuur (doa yang terdapat dalam Al Qur`an atau doa Rasulullah –keagungan dan kedamaian untuknya)
Catatan kaki
[1] Dalam riwayat Al A’masy dijelaskan bahwa mereka adalah sekumpulan pasukan yang dikirim oleh Rasulullah –keagungan dan kedamaian untuknya– yang sedang dalam perjalanan pulang menuju Madinah. Jumlah mereka sekitar 30 orang. Mereka singgah di kampung ini di malam hari.
[2]Hadis Al Bukhariy di atas tidak menyebut hewan yang menyengatnya. Kesimpulan bahwa hewan yang menyengatnya adalah kalajengking diambil dari riwayat Al A’masy.
[3] Maksudnya dengan obat-obatan tradisional setempat yang biasa digunakan untuk mengobati sengatan kalajengking.
[4] Al A’masy menerangkan bahwa sahabat Rasulullah –keagungan dan kedamaian untuknya– yang menyatakan sanggup mengobatinya adalah Abu Sa’id Al Khudriy RA.
[5] Menjampi-jampi adalah terjemah dari kata arqii (kata dasarnya adalah raqyan). Terjemahan ini bisa jadi terkesan kurang pas di telinga sebagian. Pembaca bisa mencari alternatifnya. Intinya, ruqyah –lepas dari hukumnya- adalah usaha melindungi/mengobati seseorang dari bencana/sakit, baik dengan cara menulis sesuatu lalu menggantungkannya atau dengan cara membaca sebagian Al Qur`an, surat Al Falaq dan An Naas atau doa-doa yang ma`tsuur.
[6] Riwayat Al A’masy menyebutkan jumlah kambing yang diminta adalah 30 (tiga puluh ekor). Ibnu Hajar Al ‘Asqalaniy berkomentar, “Riwayat yang menyebutkan jumlah kambing adalah 30 (tiga puluh ekor) tampak sesuai dengan jumlah para shahabat yang ada pada saat itu.”
[7] Menyembur di sini adalah terjemah dari kata yatfulu, yaitu meniup dengan disertai sedikit ludah. Pembaca bebas mencari terjemahannya yang lebih tepat.
[8] Pernyataan ini memberi kesan jelas bahwa beliau tidak pernah mengajarkan cara ruqyah tersebut sebelumnya. Teknis pengobatan ruqyah seperti yang dituturkan dalam hadis merupakan hasil ijtihad Abu Sa’id sendiri saat dia tidak menemukan petunjuk nash. Demikian diungkapkan oleh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani.
[9] Sabda ini dapat ditafsirkan, 1: “Cara mengobati kalian sudah benar” atau 2. “Sikap kalian meminta konfirmasi kepada Nabi –keagungan dan kedamaian untuknya– sebelum membagi-bagikan upah yang telah diterima adalah benar”.
[10] Ungkapan penghibur ini merupakan penegasan bahwa apa yang diperoleh oleh para shahabat tersebut adalah halal.